![]() |
Catatan Wisata Intelektual 2005-2020 oleh Wiratno |
Jum’at,
1 Mei 2020.
Walaupun
kondisi kita saat ini ditengah pandemic COVID19 terdata bahwa secara Global
Negara / Kawasan yang terserang sebesar 214, dengan kasus terkonfirmasi
3.145.407 dan korban kematian tercatat sebesar 221.823. Sedang di Indonesia,
data kasus COVID19 positif sebesar 10.551, dengan jumlah pasien sembuh 1.591
dan data yang meninggal 800 jiwa. Sumber tersebut di akses https://www.covid19.go.id/situasi-virus-corona/ Situasi virus corona (COVID-19) 01 Mei
2020.
Universtitas
Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Kehutanan menggelar kegiatan Bedah Buku Virtual : Catatan Wisata
Intelektual 2005-2020 oleh Ir. Wiratno, M.Sc (Direktur Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Acara
ini dilakukan secara virtual-online menggunakan aplikasi Zoom Meeting. Metode
pertemuan ini cukup efektif dalam pencegahan penyebaran COVID19, dari jumlah partisipan yang hadir mencapai
382 yang berasal dari seluruh Indonesia, dan juga hadir pesera dari Australia,
Brunei Darussalam, India dan Jepang dengan berbagai latar pedidikan, usia dan
profesi.
Bedah
buku ini berlangsung pukul 08.30 – 11.00 WIB, Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.
Hut., M. P., IPM selaku Ketua Panitia dan Moderator, membuka acara ini dan Pof.
Sugeng Hariannto (Rekotr Unila) membahas Buku Catatan Wisata Intelektual
2005-2020 yang terdiri dari halaman 464 halaman yang terdiri dari 81 sub judul.
Dalam pembahasannya beliau mengapresiasi penulis yang masih mendedikasikan
pengalaman lapangan dan pemikirannya melalui tulisan.
Kemudian
dilanjutkan dengan diskusi oleh partisipan bersama Bapak Wiratno. Interaksi berjalan
denngan baik dan menarik. Bagi yang bertanya dapat hadiah Buku dari Sang
Penulis. (Semoga
saya juga diberikan Buku Catatan Wisata Intelektual dan ditandatangani dari
Bapak Wiratno, aamiin…)
![]() |
Bedah Buku Virtual |
Buku
Catatan Wisata Inteletual 2005-2020 ini isinya mencakup tentang kepemimpinan
dan manjerial, filisofi kehidupan dan alam, pengelolaan kawasan konservasi,
perhutanan sosial, serta inovasi dan gagaran baru dalam penyelesaian masalah di
lapangan.
Dalam sub judul pertama
yaitu Menggali Sepuluh Butir Fassafah Jawa : Menemukan Jati Diri Kelola Kawasan
Konservasi. Penulis menjelaskan bahwa pada tahun 2004, penulis menuliskan
tentang pentingnya membaca mendalami kembali ‘Hasta Brata’, bagian kecil
dari buku ‘Nakhoda: Leadership dalam Organisasi Konservasi’, sebagai
bekal agar kita menjadi insan Kamil,
bekal menjadi pemimpin.
Boleh dikatakan ‘Hasta
Brata’ itu suatu filosofi hidup yang berhasil oleh Ranggawarsita, pujangga
terakhir Kraton Surakarta. Hampir 16 tahun kemudian, di tahun 2020 yang
ditandai dengan meluasnya pandemi Covic-19 di seluruh dunia, saya mendapatkan
pencerahan dari orang yang masih muda dengan bibit DNA Jawa-nya yang sangat
kental. Dalam pembicaraan ringan itu saya bertanya soal ide menuliskan dan ini
memang pencarian lama saya, yaitu apa filosofi mengurus alam ini, mengurus
kawasan konservasi, mengurus taman nasional, yang khas Indonesia. Ia mengajukan
sepuluh tahapan hidup dalam filosofi orang Jawa. Kesepuluh tahapan tersebut
adalah: (1) Maskumambang, (2) Mijil, (3) Sinom, (4) Kinanthi, (5) Asmarandana,
(6) Gambuh, (7) Dhandhanggula, (8) Durmo, (9) Pangkur, dan (10) Megatruh.
Pada tahapan (7) Dhandhanggula yaitu
dicapainya puncak kesuksesan hidup. Sukses kelola
kawasan konservasi harus dicarikan ukurannya, antara keseimbangan keberhasilan menjaga
nilai ekologi dan lingkungannya dengan manfaatnya secara nyata bagi masyarakat
di sekitarnya dan publik serta masyarakat dunia.
Yang utama, selain
kepentingan ekonomi, adalah lahir dan tumbuhnya kesadaran individu, kelompok,
dan komunitas masyarakat tentang pentingnya menjaga alam, memanfaatkan secara
berhati-hati dan bijaksana, dan bersama-sama pemerintah melakukan aksi-aksi
kolektif tersebut. Hasilnya adalah bagaimana kita mau dan mampu ‘berbagi ruang
hidup’ dengan makhluk ciptaan Tuhan di dalam hutan-hutan dan lautan itu.
Diperlukan kedewasaan dan sikap hidup yang benar terhadap alam. Akhirnya mereka
menyadari bahwa mereka hanya bagian dari komponen alam, bukan penguasa alam.
Dalam buku banyak hal yang
menarik dan memberikan inspirasi bagi pembaca dalam mengelola kawasan
konservasi.
Kami belajar tentang 10 (Sepuluh) Cara Baru dalam pengelolaan kawasan konservasi, yaitu :
Masih teringat Tahun 2018. Bapak Ir. Wiratno, M.Sc Dirjen KSDAE, kami bertugas di Resort KSDA Danau Dusun Besar, BKSDA Bengkulu, mengucapkan terimakasih diberikan kesempatan berdiskusi dan mendapat ilmu pengetahuan tentang paradigma cara baru pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort.
Kami belajar tentang 10 (Sepuluh) Cara Baru dalam pengelolaan kawasan konservasi, yaitu :
1. Masyarakat Sebagai Subyek
2. Penghormatan pada HAM
3. Kerjasama Lintas Eselon I
4. Kerjasama Lintas Kementerian
5. Penghormatan Nilai Budaya dan Adat
6. Multilevel Leadership
7. Scientific Based Decision Support System
8. Resort (Field) Based Management
9. Reward and Mentorship
10. Learning Organization
10. Learning Organization
![]() |
Dokumentasi, 2018 |
Kami doakan semoga Bapak Wiratno selalu
sehat dan memberikan manfaat bagi manusia dan alam serta generasi penerus.
Salam konservasi.
Ditulis oleh :
Mardiansyah, S.P
Fungsional Polhut Pertama
SKW I, BKSDA Bengkulu
Ditulis oleh :
Mardiansyah, S.P
Fungsional Polhut Pertama
SKW I, BKSDA Bengkulu
Komentar
Posting Komentar