Langsung ke konten utama

Meggunakan Metode Management Effectiveness Tracking Tool (METT) di Kawasan Hutan Konservasi

Oleh : Mardiansyah
Tim Fasilitator METT di BKSDA Bengkulu

Dalam Kementerian LHK (2017), bahwa sistem monitoring yang digunakan dalam rangka tindaklanjut dan sejalan dengan Program of Work (PoW) Convention on Biodiversity (CBD) tahun 2004, bahwa setiap negeri yang meratifikasi CBD diharuskan untuk mengikuti pada 4 tujuan (goal) dalam dokumen tersebut. 
Metode yang digunakan di Indonesia adalah Metode Management Effectiveness Tracking Tool (METT) proses penilaian dilakukan dengan mengisi kuisioner yang terdiri dari :
Lampiran 1. 
Laporan Kemajuan Situs Kawasan Konservasi. Berisi detil penilain dan informasi dasar tentang situs seperti nama, ukuran, lokasi, dll.
Lampiran 2. 
Data Ancaman Kawasan Konservasi. Berisi daftar generic ancaman yang dihadapi kawasan konservasi.
Lampiran 3. 
Lembar Penilaian Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Daratan (terresretial). Lembar penilaian dengan sekitar 30 pertanyaan dalam format tabel, termasuk tiga kolom untuk mencatat detil dari penilaian, semua pertanyaan harus diisi kecuali pertanyaan yang tidak diwajibkan pada Kawsan Suaka Alam seperti Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.
Lampiran 4. 
Scorecard Penilaian Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan. Lembar penilaian dengan sekitar 34 pertanyaan dalam format tabel, termasuk tiga kolom untuk mencatat detil dari penilaian, yang diperuntukan kawasan konservasi perairan.
Lampiran 5. 
Perhitungan Nilai Indeks Efektivitas Pengelolaan. Lembar penilaian dengan 30 pertanyaan penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi daratan adalah 90. Sedangkan kawasan tertentu seperti Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, tidak memungkinkan untuk pertanyaan nomor 25, 27 dan 28 berkaitan dengan wisata alam dengan nilai total maksimal adalah 81. Sedangkan untuk penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan nilai maksimal adalah 139.

Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi, yaitu :

Nilai Akhir =
Total Skor
x 100 %

Maksimum Skor

Analisis terhadap berbagai hasil penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dengan nilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dapat dibagi dalam 3 (tuga) kategori, yaitu :

a.       < 33 %             : Pengelolaan kawasan tidak memadai (tidak efektif)
b.       33-67 %         : Pengelolaan kawasan kurang memadai (kurang efektif)
c.       > 33 %             : Pengelolaan kawasan cukup memadai (efektif)

Menurut Kemeterian LHK (2017), bahwa beseluruhan konsep skoring memiliki kesulitan dan kemungkinan melenceng. Persentase dari ke enam elemen kerangka kerja WCPA (konteks, planning, inputs, process, ouputs dan assesments),  pada sistem saat ini mengasumsikan bahwa pentanyaan telah melingkupi semua isu secara sama, oleh karenanya skor akan memberikan penilaian yang lebih baik jika dikalkulasikan sebagai persentase penilaian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAPPING DRONE : WORK FROM HOME (WFH) PRODUKTIF VIA ZOOM MEETING

Ditulis oleh : Mardiansyah Usman Bengkulu, 2 April 2020 Work From Home (WFH) Presiden Jokowi telah meminta segenap masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona dan penyakit Covid-19. Salah satu caranya, menurut Jokowi, adalah dengan memulai mengurangi aktivitas di luar rumah. "Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor. Menurut Jokowi, langkah ini perlu dilakukan agar penanganan Covid-19 bisa dilakukan dengan lebih maksimal. Istilah bekerja dari rumah juga dikenal dengan Work From Home (WFH). (Kompas, 15/3/2020). Apakah itu WFH?  Arti WFH atau bekerja dari rumah. Dalam persepsi yang lain, yaitu konsep dimana karyawan dapat melakukan pekerjaannya dari rumah. Bekerja dari rumah memberikan jam kerja yang fleksibel bagi karyawan dan pekerjaan mereka bisa selesai dengan mudah. Bekerja dari rumah juga sangat membantu untuk memberikan keseimbangan antara duni...

DRONE FOR ENVIRONMENT (Pemanfaatan Drone untuk Pengelolaan Lingkungan)

Ditulis : Mardiansyah Usman Bengkulu, 4 April 2020 Ilmu tidaklah sempurna, sebelum disebarkan dan diamalkan (Hikmat Ramdan, 2020) Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat.   Kalimat populer tersebut bukanlah hadist, namun merupakan nasehat para salaf (islamedia.id). Ungkapan tersebut menjadi dasar dari ungkapan “ Lifelong learning ” atau pembelajaran seumur hidup. Jika kita mau mengamati, kehidupan di dunia ini seakan tidak pernah sepi dari kegiatan belajar, sejak mulai lahir sampai hidup ini berakhir. Menuntut ilmu tidak kenal hari libur, bisa formal maupun informal, dan tidak mengenal waktu ataupun usia. Siapapun, kapanpun dan dimanapun ilmu pengetahuan akan selalu ada disekitar kita. Perjalanan panjang meraih ilmu pengetahuan juga diiringi dengan pengalaman, maka bersabarlah. Dalam menghadapi kondisi wabah Covid19 di Kuartal I Tahun 2020 ini, kita harus taat pada aturan yang telah disampaikan bahwa dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 2...

DRONES FOR FOOD SECURITY (PEMANFAATAN DRONE UNTUK KETAHANAN PANGAN)

Ditulis oleh : Mardiansyah Usman Bengkulu, 5 April 2020. Ketahanan Pangan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga disebutkan bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pangan harus dapat diakses dengan mudah bagi rumah tangga. Berdasarkan data dari  The Economist Intelligence Unit  (EIU) pada tahun 2014 hingga 2018, Indeks Ketahanan Pangan di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2014 mencapai 46,5 indeks dan di tahun 2018 mencapai 54,8 indeks. Indeks ketahanan pangan di Indonesia terlihat membaik sepanjang tahun 2014 hingga 2018. Selain itu, sepanjang tahun 2014 sampai 2018 indeks ketahanan pangan secara global menurut data dari Global Food Security Index (GFSI) Indonesia berada pada peringkat ke 65 dunia dan peringkat ke-5 di ASEAN. Penilaian indeks ketahanan pangan terdiri dari empat aspek : Pertama,  affordability  te...